ٍSelamat Datang Kawan, Semoga Kita tetap Dalam Petunjuk-Nya
zwani.com myspace graphic comments
Free Twitter Backgrounds
Aku Bangga Menjadi Seorang Muslim

Minggu, 21 Maret 2010

Merokok


Seandainya hingga sekarang anda belum bisa merasakan nikmatnya rokok, maka jangan sekali-kali menikmatinya. Nanti bisa-bisa anda benar-benar ketagihan. bagaimanapun juga, banyak cewek yang tidak suka kalau cowoknya merokok.di sisi lain, merokok itu hanya buang-buang uang dan kesehatan. semoga walaupun terkadang saya merokok, kelak saya tidak menjadi orang yang maniak rokok.

Sabtu, 06 Maret 2010

(Puisi)Tinja Pesantren Kita


Dada
Boleh disama punya
Tapi besarnya jangan ditanya kata.
Dan pengurus
Yang perlu diurus
Adalah anus
Di atas kakus.
Tapi semua bisa mengeja
M
A
N
U
S
I
A
Bukanlan jibril dan sejenisnya
Pula iblis najis bak tinja pakan ikan kita.
Akukah,
Tinja itu?
Ah!

Muhith alhimy Alhasymy
Ponorogo, 03 Maret 2010
10.00 pm

Jumat, 26 Februari 2010

(Puisi) Tanda Baca Cinta


Dalam mangu,
cintaku pada ia hanyalah tanda tanya
dan cintaku pada dia adalah tanda seru
Padahal,
cinta dia padaku hanyalah koma
dan cinta ia padaku adalah titik.
tanda baca
harus dibaca
dikupas
jangan dilepas

Muhith Alhilmy Alhasyimy

(Anekdot) Baju Koko


Nampaknya Kang Deedat memang benar-benar hanya menyukai baju model koko. Istilah orang lain mengatakan baju taqwa. Lainnya orang lain lagi menamakan baju gamis. Ah! Dalam almarinya yang bercat hijau muda dengan ganggang pintu yang sudah patah, tak ada satu lembar baju pun yang bermodel hem atau berkerah. Pikirnya, baju koko itu lebih kalem. Lebih enak dilihatnya. Agamis. Necis. Boys. Dan entahlah apa lagi. Satu lagi, kata Aa Gym bahwa, teko berisi kopi hanya akan menumpahkan kopi. Orang lain lagi mengatakan, ”kebanyakan PSK akan risih dengan kerudung, baju kurung, sarung kecuali dalamnya, dasar sukanya.”
Seperti biasanya. Acapkali Kang Deedat punya uang berlebih, ia akan langsung bergegas menuju ke Toko pakaian langganannya. Mau cari apalagi kalau bukan ’baju koko’. Corak warna yang paling ia demeni adalah warna biru. Mulai dari biru tua, muda hingga biru bayi (amat muda). Kang Deedat sendiri adalah santri berprinsip ’nggremet penting slamet’. Orang lain mengartikan, ’mengambil keputusan itu jangan tergesa-gesa, yang penting selamat’. Karena ia terlalu berhati-hati itulah ia seakan tak mempunyai hati lagi untuk pedagang klambi. Masak, milih satu baju saja hampir sejam.
Belum 2 hari baju dibeli. Tapi sudah tradisi, kalau barang yang sudah dibeli tak dapat dikembalikan lagi. Menyesal ni? Ga’ kali! Langkahnya tak pernah gontai kalau baju koko sedang terpakai. Deedat githu lho bli!. Awal mula ngreyen, banyak yang berkelakar, mulai mulut segar hingga mulut yang kurang ajar. Kayak ga’ pernah ditampar, tapi tu mulut sudah terlanjur lebar lagi memar. Enaknya memang dibiar. Contohnya kang Amar. Sudah perutnya seperti perut semar, sementara cocotnya seperti moncong dimar.
”Harga baju kokonya berapa lho Kang?”
’45 ribu!, Emang ngapain Mar?”. tanya Kang Deedat sambil duduk bersandar.
”Waaah! Ga’ kemahalan tu Kang!. Ga’ bisa nawar sih!. Koko kayak gitu yang kainnya lebih bagus dan harganya hanya 25 ribu ada kok!”
”Koko seharga 75 ribu tapi kainnya lebih jelek dari ini juga banayk kok Mar!”
Begitulah, jangan panggil Kang Deedat kalau tidak suka berdebat. Tentunya, bagi dia, mudah bersyukur itu juga lebih tepat. Kuping harus tersumbat. Apalagi kalau menghadapi mulut-mulut bangsat, bejat dan tak mudah berucap syukur untuk tuhan pemberi nikmat.

Oleh;
Muhith Alhilmy Alhasyimy
Selasa, 15 Februari 2010
04.21 pm

(Cerpen Cinta Bahasa) Lantaran Tulisan


Istriku sedang hamil muda. Harapku, semoga, di dalam perutnya adalah benar-benar murni benihku. Masalahnya, aku menyesal terlanjur menikahinya. Bukan karena keburukrupaannya, tapi justru karena kecantikannya. Sungguh!, aku amat sangat menyesal menikahinya, kenapa tidak sejak dulu saja. Malm pertama, ah! Indahnya. Sebentar lagi, istriku berulang tahun yang ke-28. seperti biasanya, ia minta dikado buku. Adat iku semenjak aku masih memacarinya dulu. Kini pun masih berlaku. Bedanya ada satu tambahan lucu, yaitu tidur lagi denganku. Tidak hanya satu buku pinta pastinya, tapi, 4 buku sekaligus. ”Adduh! Pusssing juga daku sayangku!” Rintihku, tapi hanya dalam kalbu.
Kebetulan, rekanku sepesantren dulu, Kang Edo, kini adalah penjual buku. Tokonya juga lumayan besar. Sebenarnya, sudah lama aku dan istriku berlangganan kepadanya. Hanya saja, bulan ini, ada yang cukup fantastis. Kabarnya, toko bukunya yang bernama ’Moropinter books’ bulan-bulan in masih masuk dalam promosi berani. Kata Kang Edo, siapa saja yang mau mampir dan membeli 3 buku sekaligus di tokomya, maka dia akan mendapatkan satu buku gratisan. Tidak tanggung-tanggung, satu buku gratisan adalah pilihan sesuka hati pembeli sendiri. Bagiku dan pastinya bagi kebanyakan orang lain, kesempatan ini tidak boleh ditinggalkan begitu saja. Itung-itung, untuk mrngurangi biaya pengeluaran. Anehnya, Kang Edo kemarin menghubungiku dan memintaku untuk bersedia mengunjungi toko bukunya. Masalahnya, menurutnya ada yang tidak beres dengan toko bukunya. Kang Edo merasa ada yang mencoba bermain guna-guna. Kebetulan di sekitar toko bukunya, juga ada 3 toko buku lain yang selalu berebur bermain tak-tik untuk menarik konsumen. Namanya saja persaingan bisnis, terkadang pikirannya yang penting menang. Masalah cara itu terserah orangnya. Bahkan, terkadang ada juga yang mencoba bermain dengan barang-barang ghaib dan berurusan dengan makhluk-makhluk ghaib pula. Kejanggalan yang dirasa Kang Edo adalah menurun dastrisnya jumlah pelanggan setelah diadakan promosi gila-gilaan.
Akhir-akhir ini, ketika masa promosi masih digelar, pelanggan yang diperkirakan melonjak 100% lebih dari hari biasanya, malah menurun 50%. Sementara, jumlah pengunjung di toko buku sekitar ’Moropinter books’, terutama toko buku seberang jalan malah mengalami lonjakan yang mengagetkan. Padahal, hanya toko Kang Edi yang dirasa paling gila menawarkan promosi. Promosi toko buku seberang jalan hanya berani memberikan potongan harga 10% untuk pembelian 2 buku. Toko disamping kirinya, berpromosi berhadiah kaos untuk pembelian 5 buku sekaligus. Dan yang terparah adalah toko buku disamping ’Moropinter books’ belum berani memberikan promosi karena baru berdiri. Kang Edo benar-benar menduga kuat bahwa, di belakang ini semua pasti ada yang mencoba bermain ilmu hitam atau sejenisnya. Ya!, pasti.
Seusai sholat maghrib, aku dan istriku benar-benar menemui Kang Edo di toko bukunya. Aku merasa terpanggil untuk bisa ikut memecahkan permasalahan yang menimpa sahabat karibku dulu. Ketika kami berdua baru sejengkal melangkahkan kaki masuk ke dalam, tiba-tiba tangan istriku yang sedari tadi aku pegangi, dilepaskannya dari genggaman erat dan mesraku. ”Huwwek!, huwwek!” Tangannya ia katupkan pada mulut bergincunya. Ia mau muntah. Katanya, ia mencium harum bunga yang amat sangat menyengat. Aku mulai menaruh curiga. Bulu kudukku berdiri. Istriku gemetar. Aku mulai cemas. Jantungku bergetar lebih kencang. ”Kenapa hanya istriku yang mencium harum bunga itu?” batin curigaku. ”Padahal, aku tidak mempunyai masalah dengan indera penciumanku. Ketika aku mencium pipi kiri istriku tadi saja aku masih sempat menemukan dan menjamah keharumannya.” Kali ini istriku benar benar ingin muntah. Ia pening benar dengan bau harum mencurigakan itu. Secara perlahan, aku membopongnya kembali kedalam mobil. Aku ambilkan ia minyak angin dari dalam box mobil. Setelah mencium keningnya, aku berbisik pelan, ”Istirahatlahlah dulu, tidak apa-apa, biar abang saja yang masuk kedalam.”
Lama benar aku dan Kang Edo bercengkrama di dalam toko. Aku pun juga sempat menceritakan perihal sesuatu yang menimpa istriku tadi. Kami pun sangat yakin adanya orang yang bermain guna-guna. Aku pun kembali mengingatkannya untuk mengamalkan bacaan surat Alfatihah 100 kali perhari. Aku pun juga berjanji untuk membantunya jarak jauh. Setelah aku membeli 3 buku permintaan istriku, benar saja, aku mendapatkan satu buku gratisan dengan pilihan sesukaku sendiri. Kang Edo juga sempat menyodoriku 5 lembar stiker promosi untuk aku sebarkan ke berbagai penjuru. Setelah berpamitan pulang, aku bergegas menuju ke mobil. Aku agak hawatir dengan keberadaan istriku. ”jangan-jangan sakitnya makin parah, jangan-jangan diganggu mahluk halus, atau malah diembat orang. Ah!” Sebelum aku membuka pintu mobil, aku amat sangat terkaget. Di depan toko buku Kang Edo, aku melihat sesosok mahluk menyeramkan. Pakaian compang-camping agak tak karuandan rambut gimbalnya sempat membuatku merinding. Kepalanya menengadah ke atas. Ia seperti melihat sesuatu di atas toko Moropinter Books. Tepatnya sekitar spanduk. Mulutnya komat-kamit seperti membaca mantra. Sebelum ia melengos pergi, aku mencoba memberanikan diri menyapanya.
”Tidak pingin membeli buku pak?, mumpung masa promosi masih ada. Banyak untungnya lho!”
Dengan mata misteriusnya, ia pun membalas sapaanku. ” Untung bagaimana to mas! Wong dalam tulisan promosi spanduknya saja jelas-jelas merugikan. Masak ’beli 3 dapat 1’. Kalau ’beli 3 dapat bonus 1’ saya mau mas, mau banget”
Saya pun memandangi dan mencermati serentetan tulisan pada stiker pemberian Kang Edo tadi. Tulisannya aku bandingkan dengan tulisan pada spanduk di depan toko. Tulisan apa coaba yang aku temukan.
”Buruan beli buku di sini!!!. ’Beli 3 dapat 1’. cepetan, keburu habis lho masa promosinya!”
”Ooo...! jadi ini biang keladinya!”

Muhith Alhilmy Alhasyimy
Jum’at, 19 Februari 2010
02.25 pm

(Anekdot Pemikiran) Mencuci Saat Hujan


Siang itu, langit memuntahkan muatannya. Tangisan lembutnya membuat rerumputan di pekarangan dan pepakaian di jemuran basah kuyup. Aku yang sedari pagi berniat mencuci pakaian tanpa langkah gontai, langsung saja berjalan sembari menenteng ember yang berisi gegombal kotor dan sabun cuci ke kamar mandi.
Koncoku yang sedari tadi memerhatikan tingkah polahku, tiba-tiba nyeletuk.
”Kang! Udan-udan kok malah umbah-umbah?”. Aku yang suka bercandapun akhirnya nyerocos sekenanya.
”harusnya kan gitu co!. La daripada nyuci ketika panas, e... waktunya menjemur pakaian malah hujan!”.
Sembari manggut-manggut, koncoku berujar, “O.....! iyo.. yo... kang!. He...he...he...”.
Sobat, cuaca panas itu waktunya menjemur pakaian, bukan waktunya mencuci pakaian, camkan baik-baik tiu.
Muhith Alhilmy Alhasyimy
Ponorogo, November 2009

(Bukan) Hobi Baru Kang Bashor


“Brur! Brur! Makan saja kamu itu. Makan kok dibuat hobi. Udah perut kayak perut semar githu, masih ngganyemi saja. Mbokya jangan berprinsip ’hidup ini untuk makan’. Tapi, ’makan ini untuk hidup!’ githu lho!”
”Emang, Akang Bashor prinsipnya yang mana?
”Ya makan untuk hiduplah!, aneh banget kamu ini!”
”Emang, Akang Bashor sehari makan berapa kali?” Tanya Kang Bruri memancing.
”3 kali!, ngapain emang?”
”Ah! Pecundang kamu itu Kang!”
”Enak saja kamu bilang!. Emang kenapa?, normalnya bergitu kan?” Kang Bashor membela diri sambil bertanya penasaran.
”Orang yang prinsipnya ’makan untuk hidup’ itu, makannya 3 hari sekali Kang!, bukan sehari 3 kali. Kalau begitu sih namanya juga hidup untuk makan.”
”Kalau nggak gitu kan kita jadi kurang bertenaga dalam beraktifitas?”
”Yang penting kan bisa hidup” sergah Kang Bruri ngeyel.
Kang Bashor ”...???”


Muhith Alhilmy Alhasyimy
Ponorogo, 19 Februari 2010
12.45 pm