ٍSelamat Datang Kawan, Semoga Kita tetap Dalam Petunjuk-Nya
zwani.com myspace graphic comments
Free Twitter Backgrounds
Aku Bangga Menjadi Seorang Muslim

Selasa, 16 Februari 2010

Ibu Dapurlah Komponen yang Terjadug



Sore itu, 03 Februari 2010, aku dan rekan-rekan santri tingkat takhashshush sedang mengikuti pengajian kitab Riyadhushsholihin yang dibimbing oleh Ustadz Mudlofir Ihsan. Namanya juga santri takhashshush, tentunya muridnya sudah pada tua. Setidaknya, lebih tua kelasnya dibanding kelas 6 Madrasah Miftahul Huda (sekolah diniyyah) ke bawah. Sekolah yang tak lagi berseragam, tak ada ujian, sekelas sama potongan rusuk adam hingga keistimewaan lainnya ada pada kami. Hanya saja, kebanyakan dari kami mengaku belum bias apa-apa. Dari kami, hampir 100% menjadi pengurus pondok, hanya murid yang laju dari rumahlah yang tidak mengemban tanggung jawab itu.
Ketika proses penjabaran maksud hadits, tiba-tiba saja Ustadz Mudlofir bercerita;
“Saya teringat dawuhnya almaghfurlah yai Hasyim dulu, bahwa pengurus terjadugnya podok kita adalah yang apabila ia tidak bekerja seminggu saja, seluruh kegiatan pondok kita bisa carut-marut. Lantas, apakah seandainya kita tidak bekerja seminggu saja kegiatan podok sudah carut-marut?. Kalau tidak ya jangan mengaku terjadug! ”
Semua terdiam mendengar apa yang disampaikan Ustadz Mudlofir. Menurut cerita, dahulu beliau itu memang sangat dekat dengan yai Hasyim. Aku sendiri sebenarnya juga sudah sering beliau beri semangat dengan cerita-cerita tentang pendiri pondok itu. Hanya saja, lagi-lagi masalah organisasi. Memang, Ustadz Mudlofir itu telah dikenal khalayak dengan kemahiran beroganisasi. Dulunya beliau juga sering diajari masalah organisasi oleh yai Hasyim. Sementara pesan yang ini agak menarik untuk disimak rasanya. Keso’an yang pernah hampir memprosokkan kami pun seakan mulai runtuh.
“Akan tetapi, apabila kita tidak bekerja seminggu saja, sementara kegiatan pondok malah lancar, wah! Berarti itu ada ketidakberesan pada diri kita!”
“Hahaha…!”
Kami tertawa hampir bersamaan. Suasana yang tadi agak tegang, tiba-tiba gaduh. Akupun juga geli. Batinku berkata,
“Bisa-bisa saja Ustadz ini, mungkinkah aku termasuk di dalamnya?”
Kami terdiam kembali, dan beliau pun melanjutkan pembicaraannya.
“Menurut yai Hasyim, mungkin yang terjadug itu adalah bu dapur”
Aku tercengang. “lho kok malah bu dapur?, kenapa tidak pengasuh pondok sekalian”. Rupanya yai Hasyim sendiri tidak mengakui kejadugannya. Padahal jadi pengasuh itu tidaklah segampang menggoreng tempe.
“Coba! Kalau makan kita itu libur seminggu, wah pasti mawut kegiatan pondoknya!”
“Hahaha…!”
Kami tertawa lagi.
“Benar juga apa kata beliau, jangankan makannya libur seminggu, libur sehari saja, kegiatan pondok bisa macet total!, aku yakin sekali itu”
Keesokan harinya, kamis, 04 Februari 2010. Sekitar pukul 06 pagi, disaat antrian makan sudah ramai.
“Mohon perhatian!, mohon maaf, karena ada suatu hal, untuk sarapan pagi hari ini diundur hingga waktu yang telah ditentukan”
“Hu…!”
Semua santri ricuh. Antrian bubar! Kekecewaan muka mereka sangatlah tampak. Aku seperti melihat kiamat pada pagi itu. Rupanya pengumuman dari pihak dapur itu telah mampu mengoyak kesenangan mereka. Aku sudah terlanjur beli lauk, tapi ternyata kedatangan nasi diundur. Kabarnya ‘diundur’ tidak sampai ‘diliburkan’. Aku tak habis pikir, apa yang terjadi kalau sampai sarapan hari itu diliburkan. Aku tidak terlalu kecewa. Aku cerna kembali perkataan Ustadz Mudlofir kemarin. Segera aku makan lauk itu tanpa nasi, yang penting perut terisi. Setidaknya untuk penambah semangat kuliahku nanti.
Oleh;
Muhith Alhilmy Alhasyimy
Sabtu, 13 Februari 2010

Tidak ada komentar:

Posting Komentar